Di negara yang mayoritas Muslim seperti Arab Saudi, penggunaan pengeras suara dibatasi terutama di masjid. Pengeras suara luar atau eksternal bahkan dimatikan dan hanya diizinkan menggunakan speaker yang berada di dalam masjid kecuali untuk azan, salat Jumat, salat Ied dan salat minta hujan.
Artinya, kegiatan selain azan hingga salat minta hujan tak bisa menggunakan pengeras suara.
Menteri Wakaf Mesir, Mohamed Gomaa mengeluarkan larangan agar tidak menggunakan pengeras suara di seluruh masjid saat tarawih selama bulan suci Ramadan.
Menurutnya, upaya itu dilakukan agar umat lainnya dapat menjalankan ibadah dengan tenang dan jauh dari suara bising akibat penggunaan pengeras suara dan juga menyebabkan polusi suara.
“Keputusan ini sesuai dengan syariah Islam dan tidak melanggar salah satu ajarannya,” kata Gomaa, seperti dikutip Agyptian Streets.
Lain halnya dengan Nigeria. Pihak berwenang di wilayah Lagos tak segan-segan menutup 70 gereja, 20 masjid dan 10 hotel, pub dan kelab malam terkait suara bising yang ditimbulkan mulai dari nyanyian di gereja hingga azan masjid yang menggunakan pengeras suara. Keputusan itu tak lepas dari upaya kota Lagos untuk bebas dari suara kebisingan dan polusi udara pada 2020.
Berbeda lagi dengan yang terjadi di Pakistan. Masjid-masjid di negara mayoritas Muslim itu seperti di Lahore dan kota-kota lainnya di Punjab sebagian besar berhenti menggunakan pengeras suara saat ceramah. Mengurangi ceramah menggunakan pengeras suara dilakukan karena adanya ujaran kebencian yang sering dilontarkan terhadap agama minoritas di wilayah tersebut.
Di Indonesia masalah pengeras suara tersebut telah menjadi perdebatan hingga bisa memicu amuk massa.
Meskipun Boediono yang saat itu menjabat sebagai wakil presiden Indonesia juga pernah meminta agar penggunaan pengeras suara di masjid diatur agar tidak terlalu keras sehingga tak mengganggu penduduk sekitar.
Jusuf Kalla juga angkat soal pengeras suara masjid. Ia mengungkapkan bahwa pemutaran kaset atau rekaman di masjid yang menggunakan pengeras suara menyebabkan polusi suara.
"Permasalahannya yang ngaji cuma kaset dan memang kalau orang ngaji dapat pahala, tetapi kalau kaset yang diputar, dapat pahala tidak? Ini menjadi polusi suara," ujar Kalla.
Setiap negara memang memiliki aturan mainnya sendiri terkait pengeras suara yang didasarkan pada alasan yang melatarbelakangi sehingga dikeluarkannya larangan tersebut.
Lalu bagaimana regulasi pengeras suara yang sesungguhnya? Pada 1978 Dirjen Bimas Islam, Kementerian Agama, mengeluarkan Instruksi Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Nomor Kep/D/101/1978 tentang Penggunaan Pengeras Suara di Masjid, Langgar, dan Mushola.
Dalam surat yang ditandatangani Kafrawi, Dirjen Bimas Islam saat itu, terdapat sejumlah aturan mengenai penggunaan pengeras suara di masjid.
Pengguna pengeras suara harus terampil dan bukan hanya coba-coba atau masih dalam tahap belajar. Sehingga tidak menimbulkan suara bising atau berdengung yang dapat menimbulkan antipati atau anggapan tidak teraturnya suatu masjid.
Berdasarkan tuntunan nabi, suara azan katanya harus ditinggikan karena itu sebagai penanda salat sehingga penggunaan pengeras suara untuknya adalah tidak diperdebatkan. Yang perlu diperhatikan adalah agar suara muazin tidak sumbang dan sebaliknya enak, merdu, dan syahdu.
Instruksi tersebut juga menyatakan jika saat salat subuh, ashar, magrib dan isya boleh menggunakan pengeras suara. Sedangkan untuk salat dzuhur dan Jumat, semua doa, pengumuman, khotbah menggunakan pengeras suara ke dalam bukan ke luar. Begitupun saat takbir, tarhim dan Ramadan juga menggunakan pengeras suara ke dalam.
Sayangnya, instruksi soal pengeras suara yang ada dalam situs Kemenag itu hanya memberi pedoman dasar dalam menggunakan pengeras suara. Tidak ada sanksi yang tercantum dalam instrumen itu bagi masjid yang melanggar.
Sehingga, jika merasa terganggu dengan pengeras suara dari tempat ibadahnya maka yang bisa dilakukan adalah. .. entahlah?! Sebab bagi yang minoritas bila memohon dipelankan suara akan repot, malah bisa bisa kena pasal penistaan agama.
Warga mayoritas di Negeri ini terlalu angkuh untuk merendahkan egonya. Dan bisa jadi mereka tidak sadar telah menjadi penyumbang Polusi Udara terbesar di Bumi Pertiwi ini.
Oleh : Ida Cesillia

Tidak ada komentar:
Write komentar